Senin, 19 November 2012

Kewajiban, Hak serta Aturan Pajak Untuk Anda

Kenali Hak dan Kewajiban Anda Jika Diperiksa Pajak
Tahapan keempat dalam Siklus Hak dan Kewajiban Wajib Pajak (WP) adalah Pemeriksaan Pajak. Sebagaimana diatur dalam Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Direktur Jenderal Pajak (DJP) dapat melakukan pemeriksaan terhadap WP untuk: (1)menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada WP; dan (2) tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang ditetapkan oleh DJP.

Pemeriksaan uji kepatuhan dilakukan dengan cara menelusuri kebenaran Surat Pemberitahuan (SPT) yang disampaikan WP, pembukuan atau pencatatan dan pemenuhan kewajiban lainnya dibandingkan dengan keadaan atau kegiatan WP sebenarnya.

Sedangkan pemeriksaan untuk tujuan lain dilakukan dalam rangka: (1) pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan/atau pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) secara jabatan; (2) penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP; (3) WP mengajukan keberatan; (4) pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto; (5) penentuan WP berlokasi di daerah terpencil; (6) penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai; (7) pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak; (8) penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan; dan/atau (8) memenuhi permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda.

Adapun menurut jenisnya, pemeriksaan dapat digolongkan menjadi (1) pemeriksaan rutin, (2) pemeriksaan kriteria seleksi, (3) pemeriksaan khusus, (4) pemeriksaan WP lokasi, (5) pemeriksaan tahun berjalan, dan (6) pemeriksaan Bukti Permulaan. Sedangkan berdasarkan ruang lingkupnya, pemeriksaan pajak dapat dibedakan menjadi (1) pemeriksaan lapangan dan (2) pemeriksaan kantor.

Pemeriksaan kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang menjadi 6 (enam) bulan yang dihitung sejak tanggal WP datang memenuhi surat panggilan dalam rangka pemeriksaan sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. Sedangkan pemeriksaan lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 8 (delapan) bulan yang dihitung sejak tanggal Surat Perintah Pemeriksaan sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.

Andaikata karena salah satu kriteria tertentu di atas, WP diperiksa oleh tim pemeriksa DJP, maka WP wajib untuk: (1) memenuhi panggilan untuk datang menghadiri pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan, khususnya untuk jenis pemeriksaan kantor; (2) memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain termasuk data yang dikelolah secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau objek yang terutang pajak. Khusus untuk pemeriksaan lapangan, WP wajib memberikan kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik; (3) memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan lainnya guna kelancaran pemeriksaan; (4) menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan; (5) meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik, khususnya untuk jenis pemeriksaan kantor; dan (6) memberikan keterangan lain baik lisan maupun tulisan yang diperlukan.

Sedangkan hak WP dalam hal dilakukan pemeriksaan adalah (1) meminta Surat Perintah Pemeriksaan; (2) melihat Tanda Pengenal Pemeriksa; (3) mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan pemeriksaan; (4) meminta rincian perbedaan antara hasil pemeriksaan dan SPT; dan (5) dapat hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan.

Selama WP memenuhi kewajiban pembayaran dan pelaporan pajaknya dengan benar dan tepat waktu, maka tak ada yang perlu dikuatirkan jika suatu saat diperiksa oleh tim pemeriksa DJP, karena hak Anda sebagai WP dijamin dalam Undang-Undang dan pelaksanaannya yang profesional di lapangan. Selamat menunaikan kewajiban dan menikmati hak perpajakan Anda, khususnya di lingkup pemeriksaan pajak. Bangga Bayar Pajak!


Kenali Aturan dalam Pelaporan Pajak
Tahapan ketiga dalam Siklus Hak dan Kewajiban Wajib Pajak (WP) adalah Pelaporan Pajak. Sebagaimana diatur dalam Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), WP menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) sebagai suatu sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang terutang.

Selain itu, SPT berfungsi sebagai sarana untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak baik yang dilakukan WP sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak pemotong/pemungut, melaporkan harta dan kewajiban, dan penyetoran pajak dari pemotong atau pemungut yang bersumber dari pemotongan dan pemungutan pajak yang telah dilakukan. Sehingga SPT mempunyai makna yang cukup penting baik bagi Wajib Pajak maupun aparat pajak.

Pelaporan pajak dapat disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Pajak (KP2KP) di mana WP terdaftar. SPT dapat dibedakan menjadi (1) SPT Masa dan (2) SPT Tahunan. Yang dimaksud SPT Masa adalah SPT yang digunakan untuk melakukan pelaporan atas pembayaran pajak pada masa tertentu (bulanan). Ada 9 (sembilan) jenis SPT Masa, meliputi SPT Masa untuk melaporkan pembayaran bulanan: (1) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, (2) PPh Pasal 22, (3) PPh Pasal 23, (4) PPh Pasal 25, (5) PPh Pasal 26, (6) PPh Pasal 4 (2), (7) PPh Pasal 15, (8) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas BArang Mewah (PPnBM) dan (9) Pemungut PPN.

Sedangkan apa yang dimaksud dengan SPT Tahunan adalah SPT yang digunakan untuk pelaporan tahunan. Ada dua jenis SPT Tahunan, yaitu (1) SPT Tahunan PPh WP Badan, dan (2) SPT Tahunan WP Orang Pribadi (OP).

Pada saat ini untuk penyampaian SPT Masa PPN dan SPT Tahunan PPh WP OP khusus formulir 1770S dan 1770SS telah dapat dilakukan secara online melalui aplikasi e-Filing. Penyampaian SPT juga dapat dilakukan secara elektronik melalui aplikasi e-SPT yang dapat diunduh pada situs Direktorat Jenderal Pajak (DJP) www.pajak.go.id.

Ada tanggal batas waktu pembayaran/penyetoran pajak dan batas waktu pelaporan SPT Masa maupun SPT Tahunan. Pertama, untuk PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21/26 dan PPh Pasal 23/26, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah tanggal 10 bulan berikutnya, sedangkan batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah tanggal 20 bulan berikutnya.

Kedua, untuk PPh Pasal 25 (angsuran pajak) untuk WP OP dan Badan, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah tanggal 15 bulan berikutnya, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masanya adalah tanggal 20 bulan berikutnya. Ketiga, untuk PPh Pasal 25 (angsuran pajak) untuk WP Kriteria Tertentu (diperbolehkan melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu pelaporan SPT Masa), maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah pada akhir masa pajak terakhir, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah tanggal 20 bulan berikutnya.

Keempat, untuk PPh Pasal 22, PPN dan PPn BM oleh Bea Cukai, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah 1 (satu) hari setelah dipungut, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah pada hari kerja terakhir minggu berikutnya (melapor secara mingguan).

Kelima, untuk PPh Pasal 22 Bendahara Pemerintah maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah pada hari yang sama saat penyerahan barang, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah tanggal 14 bulan berikutnya.

Keenam, untuk PPh Pasal 22 Pertamina, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah sebelum delivery order dibayar.

Ketujuh, untuk PPh Pasal 22 Pemungut Tertentu maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah pada tanggal 10 bulan berikutnya, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah tanggal 20 bulan berikutnya.

Kedelapan, untuk PPN dan PPn BM bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP), maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah pada akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah pada akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.

Kesembilan, untuk PPN dan PPn BM bagi Bendaharawan, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah pada tanggal 7 bulan berikutnya, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah pada tanggal 14 bulan berikutnya.

Kesepuluh, untuk PPN dan PPn BM bagi Pemungut Non Bendaharawan, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah pada tanggal 15 bulan berikutnya, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah pada tanggal 20 bulan berikutnya.

Kesebelas, untuk PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, PPN dan PPnBM bagi WP Kriteria Tertentu, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah sesuai batas waktu per SPT Masa, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah pada tanggal 20 setelah berakhirnya Masa Pajak terakhir.

Keduabelas, untuk PPh WP OP, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah sebelum SPT Tahunan PPh WP OP disampaikan, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Tahunan-nya adalah pada akhir bulan ketiga setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak.

Ketigabelas, untuk SPT Tahunan PPh WP Badan, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah sebelum SPT Tahunan PPh WP Badan disampaikan, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Tahunan-nya adalah pada akhir bulan keempat setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak.

Terakhir, keempatbelas, untuk PBB, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah sebagaimana tercantum dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) PBB.

Keterlambatan pelaporan untuk SPT Masa PPN dikenakan denda sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah), sedangkan keterlambatan pelaporan SPT Masa lainnya dikenakan denda sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah). Selanjutnya untuk keterlambatan pelaporan SPT Tahunan PPh WP OP khususnya mulai Tahun Pajak 2008 dikenakan denda sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah), dan keterlambatan pelaporan SPT Tahunan PPh WP Badan dikenakan denda sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

Dengan mengetahui batas-batas tanggal pembayaran dan pelaporan perpajakan diharapkan WP lebih patuh dalam menyetorkan pajak ke bank dan melaporkannya sesuai batas waktu yang ditentukan. Bangga Bayar Pajak! ~ Sumber Detik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar